Senin, 11 Oktober 2010

Penjelasan mengenai Telematika dan Hukum Telematika

Istilah telematika pertama kali digunakan pada tahun 1978 oleh Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya L'informatisation de la Societe. Istilah telematika yang berasal dari kata dalam bahasa Perancis telematique merupakan gabungan dua kata: telekomunikasi dan informatika. Telekomunikasi sendiri mempunyai pengertian sebagai teknik pengiriman pesan, dari suatu tempat ke tempat lain, dan biasanya berlangsung secara dua arah. Telekomunikasi mencakup semua bentuk komunikasi jarak jauh, termasuk radio, telegraf/ telex, televisi, telepon, fax, dan komunikasi data melalui jaringan komputer. Sedangkan pengertian Informatika mencakup struktur, sifat, dan interaksi dari beberapa sistem yang dipakai untuk mengumpulkan data, memproses dan menyimpan hasil pemrosesan data, serta menampilkannya dalam bentuk informasi.
Jadi pengertian Telematika sendiri lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Yang termasuk dalam telematika ini adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet sendiri merupakan salah satu contoh telematika.
Menurut Wikipedia, istilah telematika ini sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
* Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
* Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
* Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics)

Di Indonesia, pengaturan dan pelaksanaan mengenai berbagai bidang usaha yang bergerak di sektor telematika diatur oleh Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika. Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (disingkat DitJen APTEL) adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi Departemen di bidang Aplikasi Telematika yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Fungsi Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (disingkat DitJen APTEL) meliputi :
* Penyiapan perumusan kebijakan di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten,pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika;
* Pelaksanaan kebijakan di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika;
* Perumusan dan pelaksanaan kebijakan kelembagaan internasional di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika;
* Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika;
* Pembangunan, pengelolaan dan pengembangan infrastruktur dan manajemen aplikasi sistem informasi pemerintahan pusat dan daerah;
* Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi;
* Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika.

Istilah telematika merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika.
Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah singkatan dari TELECOMMUNICATION and INFORMATICS sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication. Istilah Telematics juga dikenal sebagai {the new hybrid technology} yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah konvergensi. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu.
Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau {the Net}. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk m engolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “the Net”. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.

Seiring dengan semakin populernya Internet sebagai “the network of the networks”, masyarakat penggunanya (internet global community) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace Namun demikian, Istilah “telematika” paling tepat digunakan karena lebih memperlihatkan hakekat keberadaannya dan layak untuk digunakan sebagai definisi guna melakukan pengkajian hukum selanjutnya. Istilah “telematika” merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika.
Berbicara tentang hukum dalam arti luas, berarti mencakup segala macam ketentuan hukum yang ada baik materi hukum tertulis, terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan materi hukum tidak tertulis tertuang dalam kebiasaan ataupun praktek bisnis yang berkembang. Sehubungan dengan itu, sistem hukum nasional sesungguhnya tetap berlaku terhadap segala aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam lingkup cyberspace. Hal ini berarti bahwa domain-domain hukum yang semula dipahami secara sektoral, baik dalam bidang telekomunikasi, media maupun informatika akan semakin konvergen. Yang terjadi bukan kevakuman hukum, melainkan suatu pembidangan hukum yang lebih khusus tanpa menafikan keberlakuan bidang-bidang hukum yang telah ada dalam sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian definisi Hukum Telematika adalah hukum terhadap perkembangan konvergensi TELEMATIKA yang berwujud dalam penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi melalui internet (cyberspace) maupun yang tidak terkoneksi dengan internet.
Lingkup pengkajian Hukum Telematika terfokus pada aspek-aspek hukum yang terkait dengan sistem informasi dan sistem komunikasi, khususnya yang diselenggarakan dengan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan esensi dari:
komponen-komponen dalam sistem tersebut, mencakup: (i) perangkat keras, (ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur (iv) perangkat manusia, dan (v) informasi itu sendiri; serta (2) fungsi-fungsi teknologi di dalamnya yaitu: (i) input, (ii) proses, (iii) output, (iv) penyimpanan dan (v) komunikasi.
Dalam prakteknya kedua lingkup tadi dalam cyberspace dikenal sebagai (i) Content, (ii) Computing, (iii) Communication dan (iv) Community.
1. Content, yaitu Isi atau substansi Data dan/atau Informasi berupa input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi yang disampaikan pada publik, mencakup semua bentuk data/informasi baik yang tersimpan dalam bentuk cetak maupun elektronik, maupun yang disimpan sebagai basis data (databases) maupun yang dikomunikasikan sebagai bentuk pesan (data messages);
2. Computing, yaitu Sistem Pengolah Informasi yang berbasiskan sistem komputer (Computer based Information System) berupa jaringan sistem informasi (computer network) organisasional yang efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan perkembangan teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).
3. Communication, yaitu Sistem Komunikasi yang juga berupa sistem keterhubungan (interconnection) dan sistem pengoperasian global (interoperational) antar sistem informasi/jaringan komputer (computer network) maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.
4. Community, yaitu masyarakat berikut sistem kemasyarakatannya yang merupakan pelaku intelektual (brainware), baik dalam kedudukannya sebagai Pelaku Usaha, Profesional Penunjang maupun sebagai Pengguna dalam sistem tersebut.

Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara cybernetics theory dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social behaviour). Hukum sebagai suatu aturan (rule of law) berbanding lurus dengan pemamahan hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum –yang wujudnya berupa informasi– yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat.
Merujuk pada dasar keberlakuan hukum yang mencakup aspek-aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis; Jika pembuatan hukum hanya memperhatikan aspek yuridis saja melalui perumusan hukum (legal drafting) oleh segelintir elit tanpa melibatkan peran aktif masyarakatnya, maka wacana hukum tidak akan pernah berkembang di tengah masyarakat dan masyarakat tidak akan pernah berperan aktif di dalamnya. Hikmah dari cybernetics theory bagi sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum nasional; di samping tiga komponen yang selama ini dikenal, yaitu substansi, struktur dan budaya. Dengan demikian secara teoritis kesenjangan antara rule of law dengan social behaviour dapat dijembatani. Hal ini juga sepatutnya membuka pemikiran tentang birokrasi bahwa keberadaannya sebagai mitra rakyat –bukan penguasa rakyat– mewajibkannya memberikan layanan yang lebih baik. Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi lebiha transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat. Good governance tidak lain adalah cita negara berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan demikian, pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat.
Kesimpulannya, Pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan kesadaran berinformasi dan berkomunikasi, untuk kemudian mampu mengembangkan dan menguasai serta membina dan mengendalikan seluruh infrastruktur informasi nasional maupun global agar keberadaannya dapat sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud dengan terus menerus membuat undang-undang baru. Justru kajian mendalam harus ditingkatkan tentang sejauh mana sistem hukum yang telah berlaku (existing legal framework) dapat dioptimalkan terlebih dahulu oleh para penegak hukumnya yang berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya.

Nama : 1. Fenty Oktafiana (10107681)
2. Ferdi Anugerawan (10107683)
3. Fita Fitriani (10107711)
4. Firmansyah
5. Gilang Pasca

SUMBER : www.pekalongankab.go.id